Senin, 05 Januari 2009

ATTITUDE MATHEMATICAL

Pada dasarnya kita ketahui bersama bahwa matematika senantiasa ada pada semua kurikulum sekolah. Entah itu tingkat Taman Kanak- kanak sampai tingkat Perguruan Tinggi, matematika senantiasa termasuk salah satu materi yang tercakup dalam kurikulum. Perlukah anak-anak kita di SD belajar matematika? Untuk apakah kita belajar matematika? Belajar matematika adalah sesuatu yang cukup. Ini merupakan suatu syarat kecukupan. Mengapa? Karena -ini untuk menjawab pertanyaan kedua- dengan belajar matematika, kita akan belajar bernalar secara kritis, kreatif dan aktif.
Pendapat ini didukung pendapat dari Dudley di [1]. Sekaligus pada saat yang sama, kita akan mengamati keberdayaan matematika (power of mathematics) dan tentunya menumbuhkembangkan kemampuan learning to learn. Jadi, kecuali untuk mendapatkan daya matematika itu sendiri sebagai alat penyelesain permasalahan dalam kehidupan nyata, kita belajar matematika sebagai suatu wahana yang memfasilitasi kemampuan bernalar, berkomunikasi, dan peningkatan kepercayaan diri dalam bermatematika. Tentunya kemampuan bernalar yang dipunyai anak didik melalui proses belajar matematika itu akan meningkatkan pula kesiapannya untuk menjadi lifetime learner atau pelajar sepanjang hayat. Pendapat bahwa seseorang yang belajar matematika akan menjadi pelajar yang lebih baik bukanlah mitos. Pendapat ini didukung dengan fakta yang dikemukakan di [3] bahwa sebanyak 83 persen siswa yang belajar Geometri dan Aljabar di AS melanjutkan ke college. Ini jauh lebih tinggi dibanding siswa yang tidak belajar hal itu, yaitu hanya 36 persen yang melanjutkan ke college. Perbedaan di atas lebih mencengangkan lagi pada siswa dari keluarga berpenghasilan rendah. Ternyata, perbandingannya 71 persen lawan 27 persen. Dalam pelajaran matematika yang seharusnya kita belajar bernalar, telah diubah menjadi pelajaran menghafal. Sangat aneh jika pelajaran matematika diberikan dengan guru yang ceramah di depan kelas atau "berbicara" dengan papan tulisnya, sedangkan muridnya hanya mencatat. Lalu, murid itu akan menghafal semua yang dicatatnya. Dan, pada saat ulangan nanti, murid itu cukup "memuntahkan" kembali info yang dicatatnya atau ditelannya. Ini semua terjadi hampir di setiap kelas. Ini jelas mengasingkan aktivitas bermatematika yang benar dengan pelajaran matematika.
commen laelatul badriyah dikdas PGMI

Tidak ada komentar: